Pages

Wednesday, December 28, 2016

Rumah Sejuta Kenangan

Sebuah rumah yang menjadi saksi perjalanan hidup, lima generasi keluarga besar kami pernah ada di rumah ini...



Bulaksumur adalah salah satu kompleks perumahan untuk dosen UGM. Eyang kakungku, dulu, adalah guru besar Fakultas Kedokteran UGM. Sekitar tahun 50-an Eyangku mulai menempati rumah ini sebagai rumah dinas. Rumah yang cukup besar, dengan kusen jati dan dinding yang kokoh. Kamar paling depan dulu digunakan untuk ruang praktek Eyangku sebagai dokter spesialis kulit dan kelamin, sampai Eyangku wafat tahun 1974.



Setelah Eyang Kakungku wafat, rumah ini masih ditempati Eyang Putriku, bersama dengan putra putrinya yang bergantian tinggal di rumah itu sambil menyelesaikan pendidikan dokter spesialis, termasuk Papaku. Supaya suasana rumah tetap ramai, Eyangku menyewakan kamar-kamar di paviliun belakang untuk indekost mahasiswa. Masa balita sampai kelas 1 SD aku lewatkan di rumah ini. Pertengahan tahun 1988, aku dan orang tuaku hijrah ke Bali. Masih jelas dalam ingatanku, Eyang Putri melepas kami pergi dengan deraian air mata di garasi rumah, saat mobil kami sudah siap berangkat.

Kembali dari perantauan empat tahun kemudian, Eyang masih tinggal di rumah ini bersama tanteku sekeluarga. Tiap hari Minggu kami sowan. Suasana bertambah ramai saat liburan tiba. Kami semua berkumpul, bercanda bersuka ria. Zaman dulu belum ada gadget, jadi aku dan sepupu-sepupuku punya permainan yang jadi favorit kami tiap berkumpul, mulai dari main kartu (41, Tepuk Nyamuk, Minuman), dan juga basabas.

Waktu berjalan, cucu-cucu Eyang mulai kuliah dan beberapa dari kami tinggal di rumah itu sebagai "anak kost". Aku sendiri masuk ke rumah itu lagi mulai tahun 1999, dan masih ada adik sepupuku yang menyusul. Suasana rumah waktu itu begitu 'hidup' dengan aura semangat dan kegiatan kami sehari-hari. Eyang juga masih sehat dan kuat beraktifitas, mulai dari memasak hingga pengajian dan arisan.

Baca juga : My Grandma, The Great Woman

Lulus kuliah tahun 2004, aku mulai meninggalkan rumah itu walaupun belum sepenuhnya, karena aku masih punya kamar beserta barang-barang yang masih kutinggal. Sowan Eyang tiap hari Minggu masih menjadi rutinitas kami. Di kurun waktu itu juga, Eyangku berhenti menerima mahasiswa untuk indekost.

Setelah sepupuku lulus kuliah dan kembali ke rumah orangtuanya, otomatis rumah Eyang jadi sepi. Kami sebenarnya membujuk Eyang untuk menerima indekost lagi, tapi sepertinya Eyang merasa tidak sanggup lagi mengelola.
Waktu berjalan, rumah itu aku rasakan semakin redup auranya sejak tidak ada lagi cucu-cucu yang tinggal menemani Eyang. Eyang tinggal bersama pramurukti dan asisten rumah tangga.

Tahun demi tahun, kesehatan Eyang juga semakin menurun. Beberapa kali Eyang harus dirawat di rumah sakit, sampai akhirnya Eyang lebih banyak berbaring di tempat tidur. Hari Minggu adalah hari yang selalu dinantikan karena kami yang tinggal dekat dengan Eyang akan datang berkunjung dan kadang saudara-saudaraku dari luar kota juga datang. Tiap Lebaran rumah itu masih tetap jadi tempat berkumpul keluarga besar kami.



Memasuki bulan Juli 2016, kesehatan Eyang semakin menurun. Tanggal 20 Juli 2016 diputuskan Eyang harus masuk rumah sakit. Kami sekeluarga besar sudah berkumpul untuk berdoa dan berikhtiar yang terbaik untuk Eyang. Hingga akhirnya tanggal 27 Juli 2016, tepat di hari ulang tahun pernikahannya, Eyang meninggalkan kami semua dalam usia 94 tahun.

Karena Eyang Putri sudah meninggal, maka rumah yang selama ini ditempati harus dikembalikan ke UGM. Kami membutuhkan waktu sekitar 5 bulan untuk proses pengosongan rumah itu. Sedih rasanya... Karena begitu banyak kenangan keluarga besar kami selama lebih kurang 60 tahun menempati rumah itu. Tiga generasi mulai dari masa kecil hingga menjadi sarjana dan menikah. Tempat berkumpul bersama saat Lebaran dan liburan. Rumah yang selalu ramai oleh gelak tawa kami.

Rumah telah benar-benar kosong, dan akhirnya hari Selasa tanggal 27 Desember 2016, rumah ini resmi kami kembalikan ke pihak UGM. Terima kasih kepada UGM yang telah memberi fasilitas kepada Eyang hingga tutup usia. Kunci rumah sudah berpindah tangan. Selamat tinggal rumah sejuta kenangan... Kami semua pernah mengukir kisah indah dan suka duka di rumah itu....

DISERAHKAN 27 DES 2016


GOOD TIMES COME AND GO...
BUT THE MEMORIES WILL LAST FOREVER ❤
 

Saturday, December 24, 2016

Catatan Kecil Tentang Keyakinan dan Toleransi

Kalo buka socmed dan baca artikel online akhir-akhir ini, mayoritas berita diisi dengan masalah SARA, intoleransi, dan ribut-ribut antar pemeluk agama. Jujur saya sedih, karena Indonesia yang dikenal orang luar adalah negara dengan ratusan suku, bahasa, dan adat yang berbeda tetapi bisa rukun dan selaras.

Saya adalah seorang muslim dari lahir. Keluarga besar saya semuanya beragama Islam. Tapi sejak kecil saya sudah diperkenalkan dengan keberagaman. Teman akrab masa kecil saya waktu TK, adalah seorang pemeluk Katolik. Kami bermain bersama tanpa ada sekat pemisah bernama agama. Menjelang Natal, saya main ke rumahnya dan selalu senang melihat kerlap kerlip lampu hiasan pohon Natal. Kami akhirnya berpisah ketika saya melanjutkan sekolah ke SD, sementara dia masih meneruskan TK.

Naik kelas 2 SD, keluarga saya hijrah ke Pulau Bali. Di sana rata-rata penduduknya beragama Hindu. Teman-teman baru saya pun kebanyakan beragama Hindu, ada beberapa yang muslim dan nasrani. Kala pelajaran agama, kami yang muslim dan nasrani keluar kelas dan belajar agama di ruang lain. Saat ada perayaan agama Hindu atau ada upacara Ngaben, kami melihat dari rumah, kadang ikut berjajar di pinggir jalan untuk melihat arak-arakan.

Tiap pagi sebelum masuk kelas, semua murid beragama Hindu berbaris di lapangan untuk sembahyang, termasuk kami murid non Hindu. Kami juga berdoa dengan cara dan keyakinan masing-masing. Kalau kami yang non Hindu sudah selesai berdoa, kami tetap berbaris, atau kami duduk tapi tetap menjaga ketenangan sampai teman-teman Hindu selesai sembahyang. Waktu itu saya sampai hafal isi doa sembahyangnya (Tri Sandhya), karena setiap pagi selama empat tahun saya tinggal di Bali, saya mendengarkan dan mengikuti teman-teman Hindu sembahyang. Setelah selesai, baru kami bersama-sama masuk kelas untuk mengikuti pelajaran.

Waktu Idul Fitri dan Idul Adha, kami penduduk muslim sholat di lapangan. Tidak ada hambatan atau larangan apapun, semua berjalan lancar. Di Bali bahkan ada 5 tempat ibadah di satu lokasi, bukti kerukunan dan toleransi antar umat beragama di sana.

Saat hari raya Nyepi, listrik seluruh daerah dipadamkan. Tidak boleh ada seorang pun yang keluar rumah kecuali dalam keadaan darurat (sakit parah dan harus ke RS). Kami yang muslim juga ikut menyepi dengan berdiam di rumah, tidak pergi ke mana-mana. Ada sedikit cerita tentang Nyepi ini. Waktu itu, saat hari sudah gelap dan kami harus sholat, kami menyalakan lilin. Rupanya cahaya lilin itu terlihat sampai ke luar rumah. Pecalang yang lewat memperingatkan kami untuk mematikan lilin. Tapi kami menyampaikan bahwa kami umat muslim dan kami tidak bisa sholat dalam keadaan gelap gulita. Akhirnya diambil win win solution, kami boleh menyalakan lilin, tapi cahayanya jangan sampai terlihat dari luar rumah. Alhamdulillah... semua orang bisa beribadah dengan tenang 😊

Saya lahir dan melahirkan anak-anak saya di sebuah rumah sakit Katolik di Yogyakarta. Semua perawat memperlakukan pasien dengan baik tanpa memandang agamanya. Saat hamil anak kedua, saya sakit dan dirawat di rumah sakit itu juga. Di setiap kamar ada kayu salib yang digantung di dinding. Waktu itu saya melaksanakan sholat sambil berbaring. Tidak masalah di hadapan saya ada salib. Kami masing-masing punya cara untuk menyembah Sang Khalik.
Setiap sore menjelang petang, saya mendengar ada suara lonceng dari luar kamar. Ternyata itu adalah panggilan ibadah untuk umat Katolik, sama seperti muslim ada adzan.

Saya sangat ingat adegan di film Rudy Habibie, saat Pak Habibie di Jerman dan melaksanakan sholat di gereja karena tidak ada masjid di sana. Beliau mengambil tempat di belakang karena takut mengganggu umat lain. Kata-katanya kurang lebih : rumah ini adalah rumah untuk menyembah Tuhan. Izinkan saya menyembahMu di sini...
Saya menangis saat adegan itu, betapa perjuangan seorang muslim menegakkan sholat di manapun berada, bahkan sampai 'menumpang' di rumah ibadah umat lain. Dikisahkan di film itu juga tidak ada orang yang mengganggu atau mengusir Pak Habibie.

Suami saya pernah bercerita, saat dia bekerja di Amerika dulu, orang-orang di sana mempekerjakan orang dari kalangan/agama apapun. Termasuk suami saya yang muslim. Mereka juga tidak melarang pegawainya mengerjakan sholat. Tetapi, izin sekian menit untuk sholat selama jam kerja itu harus masuk dalam kontrak kerja. Mereka tau muslim harus sholat di waktu-waktu tertentu, tapi mereka juga menuntut pegawainya tetap profesional.

Baca juga : Catatan Perjalanan

Anak-anak saya bersekolah di sekolah umum (bukan berbasis agama). Salah satu alasan kami sebagai orang tua memutuskan untuk menyekolahkan di sana adalah supaya mereka juga belajar keberagaman. Supaya mereka juga bertemu dan bergaul dengan anak yang berbeda agama dan berbeda suku, dengan begitu harapan kami mereka juga bisa belajar menerima perbedaan.

Yang ingin saya tanamkan untuk anak-anak saya adalah...
Pegang kuat iman dan Islam-mu di manapun kalian berada
Jadikan Quran dan Hadits pedoman hidup sampai akhir hayat
Tapi tetap hormati dan hargai yang berbeda dengan kalian
Kita tidak pernah tau lewat perantara siapa doa dan bantuan dikabulkan


Untuk kalian yang mayoritas tapi masih merasa insecure...
Pergilah, merantaulah ke tempat di mana kalian jadi minoritas
Ke tempat di mana kalian tidak bisa beribadah sebebas di negeri sendiri
Mungkin di sana kalian bisa belajar untuk tidak arogan
Belajar menghormati dan menghargai yang berbeda dengan kalian
Belajar tidak memaksakan kehendak dan merasa diri berhak mengatur dan membatasi keyakinan orang lain
Lihatlah lebih luas....
Sehingga tidak perlu merasa bahwa yang berbeda itu adalah ancaman
Kalau yang berbeda itu bisa menjaga hubungan horisontal dengan baik, apa yang perlu dikhawatirkan ?


Thursday, November 24, 2016

Catatan Perjalanan

Kali ini mau nulis tentang hal-hal yang aku temui selama perjalanan maupun di Dubai kemaren, hal-hal kecil tapi berkesan di mataku, juga sedikit review tentang maskapai yang aku pake.

Seperti yang udah aku ceritain di sini, aku berangkat ke Dubai naik Sril*nk*n Airlines. Ada 2 pilihan waktu kami mau booking tiket, maskapai yang ini dan Cath*y P*sific. Cath*y pake transit di Hongkong, dan total durasi perjalanannya lebih lama. Jadi kami pilih Sril*nk*n karena tiketnya murah dan transitnya gak lama. Dan dapet tambahan info dari temen, ada yang pernah terbang dari Jakarta ke Dubai dan transit di Hongkong, total perjalanannya malah hampir 2x lipat dari penerbangan direct. Yaa kalo emang pengen mampir Hongkong, mau jalan-jalan di sama juga gak papa siih... Cuma kalo tujuannya ke Dubai, akan jauh lebih lama dan capek kalo transitnya di Hongkong. Agak "ngalang" kalo orang Jawa bilang... Ngalang itu jalannya nggak serute/searah gitu.

Well, mungkin karena murah ya... Jujur aku nggak sreg dengan Sril*nk*n. Pesawat yang dari Jakarta ke Colombo, kalo boleh dibilang masih jauuuh lebih bagus pesawat lokal kita. Pesawatnya kecil, seat-nya 3-3, gak ada monitor/screen di depan kita (ini penerbangan internasional padahal... jadi berasa buta arah dan ga tau udah sampe di mana)
Pramugarinya juga nggak terlalu ramah.
Yang agak menghibur cuma makanannya, lumayan enak... Terutama yang dari Jakarta ya, karena masih masakan Indonesia jadi cocok di lidah.

Baca juga : Journey to Dubai (1)

Kalo yang dari Colombo ke Dubai, pesawatnya lebih besar dan lebih bagus. Seat-nya 2-4-2. Cuma *again* pramugarinya nggak ramah dan nggak helpful.
Jadi ceritanya waktu mendarat di Colombo itu udah agak telat dari schedule. Udah gitu di pas pemeriksaan koperku dibongkar karena mereka curiga ada chilli powder. Setelah itu larilah kita boarding karena udah gak ada penumpang lain. Di atas pesawat aku kesulitan naro koper di bagasi atas, semua udah penuh. Ada sih celah celah kecil tapi nggak cukup untuk koperku. Aku bilang ke pramugari, minta dicariin bagasi yang masih muat untuk koperku. Dia nyariin dan ada tempat kecil di sebelah bagasi untuk selimut-selimut penumpang. Aku kerepotan ngangkat koper ke atas. Pramugarinya gak tau sibuk ngapain, penumpang laki-laki yang duduk di bawah bagasi itu juga dieeem aja gak bantu angkatin atau gimana. Akhirnya dengan ngos-ngosan aku berhasil masukin koper ke atas.

Masalah pramugari yang nggak bantuin angkat koper penumpang ini, aku pernah baca *lupa di mana* kalo mereka memang dilarang ngangkat barang yang berat karena dikuatirkan kalo cedera. Aku perhatiin memang pramugari-pramugari rute lokal juga nggak pernah bantuin angkat, jadi kita yang angkat trus mereka bantuin dorong masuk ke bagasi aja.
Yah kalo memang seperti itu peraturannya, aku juga gak bisa nyalahin si pramugari kalo gak bantu angkatin koper.

Tapiii... pengalaman yang berbeda banget waktu aku pulang dari Dubai naik Sing*pore Airline. Cabin crew-nya jauh lebih helpful, dan ada satu pramugari yang aku perhatiin lincah dan gesit banget bantuin penumpang masukin barang ke bagasi atas. Dia mau ngangkat juga, sampe manjat di samping kursi penumpang biar bisa geser-geserin tas di bagasi sehingga bisa muat lebih banyak. Aseliik gesit banget mbaknya ini... bisa bayangin kan yaa seragam pramugarinya dress batik panjang ada belahannya gitu, tapi dia bisa gesit banget. Cukup friendly juga... mungkin karena kita serumpun ya... Mereka bisa bahasa Melayu, Inggris, dan Mandarin. Kalo mereka dapet award sebagai The Best Cabin Crew ya gak heran sih... Menurutku memang helpful banget.

Jadi sebenarnya pramugari boleh bantu angkat-angkat koper penumpang nggak...? Hahaha... pertanyaan gak penting ya. Biar tau aja sebenarnya kewajiban cabin crew dan hak penumpang itu gimana, karena aku melihat dan mengalami 2 hal yang bertolak belakang.

Di luar masalah service, yang aku perhatiin lagi dari mbak mbak pramugari yang cantik dan langsing itu adalah... make up-nya. Hahaha.... itu selalu jadi perhatianku, apalagi kalo memang make up-nya bagus dan cantik banget.
Yang juara menurutku so far adalah pramugari Emir*tes. Make up-nya itu setipe dan kayanya lipstiknya juga kembaran deh... Semua pake warna lipstik yang sama, merah marun gitu sewarna dengan lipit di roknya.
Dan yang bikin aku terkesan juga, dengan penerbangan long haul begitu kok mereka nggak keliatan kusut ya...? Baik wajahnya maupun bajunya. Make up tetep rapi jali (ya ini bisa touch up sih ya), tapi roman muka gak keliatan capek, dark circle diumpetin ke manaa gitu... Outfit juga tetep rapi. Pokoknya tampil prima banget melayani penumpang. Mau pesawat goyang pun tetep senyum. Tuntutan profesi ya... 😉 Pernah baca juga mereka memang ada perawatan khusus. Yaa no wonder sih... Pramugari lokal aja katanya kalo ada jerewi di wajah nggak boleh terbang.

Beralih dari topik pesawat dan make up mbak pramugarinya, sekarang ngomongin Dubai, ya. Dubai di mataku itu adalah kota yang begitu gemerlap, bergelimang kemewahan, sekaligus ambisius. Mereka udah lama menyadari bahwa nggak bisa mengandalkan minyak sebagai sumber pemasukan, jadi mereka geber di pariwisata. Dibikinlah tempat-tempat dan bangunan yang serba ter... terbesar, terluas, tertinggi, termegah... Bisa jadi magnet untuk menarik orang datang. Terakhir kemaren setelah aku balik, Legoland sama The Dubai Water Canal dibuka. Canal ini ceritanya mau bikin ala ala Venice gitu. Jadi bisa naik kapal menyusur canal di tengah kota Dubai. Belum lagi tempat-tempat rekreasi dan belanja. Kayanya nggak abis-abis deh, adaa aja yang baru yang belum pernah didatengin.

Baca juga : Journey to Dubai (9)

Di sini memang negara muslim, tapi semua orang dari negara manapun, ras apapun, boleh masuk baik sebagai turis, pekerja, atau pebisnis. Jadi di Dubai bisa kita temui orang (hampir) dari seluruh dunia. Semacam melting pot lah...
Fasilitas untuk umum serba canggih dan teratur. Kalo macet sih tetep ada ya... Tapi menurutku nggak parah banget, sih. Yang agak ngeri itu driving habit-nya orang sini, yang mana pendatang yang nyetir di sini jadi ikutan habit-nya. Karena jalan rayanya lebar dan jarang ada traffic light, rata-rata orang nyetir mobil bisa sampe 120km/jam. Itu kalo gak ada speed limit mungkin bisa ngebut lagi. Nggak jarang juga yang nyetirnya srudag srudug.

Kalo soal makanan... Selama di Dubai kemaren kalo pas jalan ke mall seringnya kami beli fast food, hehe... Yaa gimana yaa... itu yang paling aman untuk lidah anak-anak. Fast food-nya yang di Indonesia juga ada, yaa itu itu aja... Pernah aku lagi pengen anget-anget trus nyoba beli kaya ramen gitu, rasanya kurang nendang. Bener kata orang-orang kalo jalan ke luar negeri jangan lupa bawa kecap sama saus sachetan, itu bisa menyelamatkan rasa banget. Masalahnya kemaren aku lupa bawa.... *hadeeeh*
Kulinernya kalo di mall besar sebenarnya cukup beragam, ada masakan Arab, India, Turki, Jepang, Italia, sampe yang umum banget kaya fast food itu. Kalo masakan Arab or India, well... aku nggak berminat mencoba. Yang kutau biasanya makanannya spicy banget, berasa bumbu rempah-rempahnya. Kalo Jepang yang fushion atau Itali pasta pastaan gitu bole laah...

Oh ya, ada kejadian kecil tapi sangat mengesankan buatku.
Jadi ceritanya pas malam terakhir di Dubai, waktu itu abis dari Dubai Mall trus mampir belanja ke Carrefour. Saat di kasir, aku ngambil barang dari keranjang trolley-ku dan naro di meja kasirnya. Ada salah satu barang yang menggelinding jatuh. Orang yang antri di belakangku bantu ngambilin. Dia perempuan cantik dan modis, kulit putih, nggak tau dari negara mana... Soalnya orang Mid East juga ada yang putih kaya bule. Nah setelah itu dia malah bantu ngangkat keranjang trolley-ku biar aku gampang naro barang-barang belanjaanku di kasir. Sebenernya aku nggak perlu bantuan dan nggak minta dibantu juga, cuma mungkin dia kasian liat aku kaya kerepotan mindah-mindahin barang, jadi dia bantu ngangkatin. Setelah selesai pun dia bantu naro trolley-nya di pinggir kasir. Duh beneran deh rasanya bahagia dan terharu dengan perhatian dan bantuannya. Keinget waktu di pesawat aku kerepotan ngangkat koper ke atas gak ada yang bantuin sama sekali, trus ini ada mbak mbak cantik dan modis yang gak sungkan-sungkan bantu angkat trolley belanjaku biar aku gampang mindahin barang.

Baca juga : Catatan Kecil Tentang Keyakinan dan Toleransi

Jadi dapet pelajaran dari situ... Sekecil apapun bantuan kita mungkin akan sangat berguna buat orang lain. Kita bisa bantu orang meskipun gak seberapa juga rasanya bahagia 😊
 

Wednesday, November 16, 2016

Journey to Dubai (10)

Day 12 - Kamis, 20 Oktober 2016

Hari ini gak ada rencana keluar karena Papanya 2N udah masuk kerja lagi. Di rumah juga setrikaan numpuk jadi ya beberes dan istirahat aja karena beberapa hari kemaren udah pergi-pergi terus.

Day 13 - Jumat, 21 Oktober 2016

Alhamdulillah untuk Jumat ini dan Sabtu besok Papanya 2N dikasih libur lagi. Setelah pengajian dan Jumatan, kami makan siang di rumah. Rencana hari ini mau tengok temen yang abis lahiran kemaren.
Berangkat dari rumah udah siang, langsung menuju ke rumah sakit. Di sana sekitar setengah jam, abis itu lanjut ke Dubai Mall. Naura mau nyobain Ice Rink.



Main di Ice Rink ini ada jadwal/session-nya, sekali main 1 jam 45 menit. 15 menit sisanya untuk bersihin arena dan nyiapin sesi berikutnya. Tiap sesi ada temanya. Pas kita dateng jadwal main berikutnya masih agak lama jadi bisa sholat dan ngemil-ngemil dulu. Berhubung aku gak berminat main, yang masuk ke arena cuma 2N ditemenin papanya.



Kalo main ice skating Naura udah lumayan bisa, modal nekat aja sih hehe...
Jadi cuma penyesuaian sedikit dan selanjutnya udah lancar meskipun belum expert banget. Nino sempet main dibantu papanya, tapi nggak lama trus minta keluar. Antara bosen dan lapar... Lumayan dingin juga di arenanya karena es beneran.

Karena aku juga mulai lapar jadi kami berdua naik ke food court. Selesai makan, gantian yang abis main ice skating laper jadi kami ketemuan di atas. Udah beres urusan perut, mampir musholla untuk sholat dan setelah itu kami cabut dari Dubai Mall. Di perjalanan pulang mampir Carrefour, mau belanja oleh-oleh yang berupa makanan. Selesai belanja udah sekitar jam 10 malem, langsung pulang ke apartemen.


Day 14 - Sabtu, 22 Oktober 2016

Hari terakhir di Dubai... antara sedih liburan selesai sekaligus udah kangen rumah dan rutinitas. Hari ini nggak ke mana-mana, beberes dan packing aja di rumah.

Sore abis Asar udah check out dan menuju airport. Perjalanan dari apartemen ke airport cuma sekitar setengah jam aja. Di airport juga proses check in-nya alhamdulillah gak antri lama.

Setelah salam-salam perpisahan sama Papanya 2N, kami masuk antri counter imigrasi. Lumayan panjang antriannya. Setelah itu antri scan barang, trus jalan ke tempat nunggu kereta. Dari sana naik kereta menuju ke gate-nya. Turun dari kereta juga jalannya lumayan jauh. Jadi beneran deh kalo travelling itu pastikan baju, sepatu, apapun yang kita pakai itu nyaman.

Setelah jalan lumayan jauh, ketemu juga gate-nya. Mumpung masih ada waktu sebelum dipanggil boarding, kami sholat dan ke toilet dulu. Udah beres urusan krusial, kami duduk di gate. Pas lagi nunggu gitu, ada ground crew yang dateng nyamperin. Dia nanyain bagasiku ada berapa, ngecek paspor, dan sebagainya. Aku bawa 1 koper untuk masuk cabin, isinya makanan (sebagian besar coklat), mukena, charger, dan printilan-printilan yang memang harus aku bawa terus. Si ground crew ini kemudian nyuruh aku kasihin koper ke crew yang lain, dia gak nanya atau jelasin apa pun. Nah aku juga husnudlon aja sama crew SIA ini yang katanya service-nya ranking 1 sedunia, mungkin kopernya mau dimasukin cabin dulu, jadi nanti penumpang tinggal naik dan mempercepat antrian karena gak usah ngangkat-ngangkat ke atas.

Baca juga : Catatan Perjalanan

Setelah ngasihin koper, aku WA-nan sama Papanya 2N. Bilang juga kalo koper yang mau masuk cabin tadi disuruh kasihin ke ground crew. Nah Papanya 2N bilang itu mau dimasukin bagasi. Iya bagasi pesawat bukan cabin.
Nah loh !
Kok tadi crew-nya gak bilang apa-apa ya... Isinya makanan gitu kalo masuk bagasi ntar sampe Indonesia tinggal nyendokin aja *gubraak*

Aku datengin salah satu crew dan nanyain koperku tadi, dia nanya ke temennya dan katanya udah telanjur masuk bagasi. Duh !
Sementara itu penumpang udah mulai dipanggil untuk boarding. Aku coba bilang ke crew yang lain kalo mau ambil koperku lagi. Harus ada cara biar mereka mau ngambilin. Mereka meyakinkan kalo barangku gak akan ilang, bisa diambil sesampainya di Indonesia. Bukan masalah itu, tapi isinya itu bisa meleleh dan remuk redam kalo masuk bagasi. Mungkin mereka gak mau tau, jadi aku bilang di dalamnya ada mukena yang mau aku pakai.

"We can give you another praying cloth, ma'am..."

Haduuh... harus cari alasan lain. Ada 2 crew, perempuan sama laki-laki, aku bilang lagi ke yang perempuan, di dalamnya ada obat-obatan dan makanan untuk anak-anak, dokumen penting dan barang lain yang akan aku pakai selama penerbangan. Dan aku bilang juga kalo crew yang tadi minta koperku gak bilang kalo ini mau dimasukin bagasi. Pokoknya ngeyel, koperku harus balik. Akhirnya si petugas perempuan lari ke bagasi pesawat, dan gak seberapa lama dia dateng sambil ngos-ngosan dengan membawa koperku. Alhamdulillah....
Dia bilang, lain kali kalo memang ibu mau bawa kopernya ke cabin, walaupun dipaksa jangan mau dimasukin ke bagasi.
Yaa meneketehee... gak pernah ngalamin sebelumnya naik maskapai lain dan crew yang tadi nanyain barang juga gak bilang apapun. Ya sud... jadi pengalaman aja... Baru pertama kali ini naik SIA, dan gak ngira juga koper udah dibawa sampe gate kok masih diminta lagi untuk masuk bagasi. Kirain kan urusan bagasi udah kelar waktu check in tadi.

Setelah urusan koper selesai, bisa boarding dengan lega.
Well... holiday is over, back to Indonesia...

Bye Dubai... Till I see you again !

Baca juga : Trip to Dubai (8)

Tuesday, November 8, 2016

Journey to Dubai (9)

Day 11 - Rabu, 19 Oktober 2016

Hari ini agendanya mau naik Burj Khalifa, udah booking tiket sejak hari Senin. Kami booking-nya yang sore mendekati sunset, jam-jam ini termasuk prime time dan cepet banget sold out. Alhamdulillah... bisa dapet 4 tiket.

Burj Khalifa ini adalah bangunan tertinggi di Dubai, dan di-klaim juga sebagai yang tertinggi di dunia untuk saat ini. Tempatnya masih 'sekompleks' dengan Dubai Mall.

Sebelum ke Dubai Mall, kami meluncur ke Hard Rock Cafe Dubai yang ada di Jashanmal dulu, mau beli titipan tante. Jashanmal ini mall kecil tapi elite, isinya gerai-gerai barang branded semua. Abis dari sana, kami meluncur ke Al Karama, mau ambil ID card yang udah jadi di kantor pos di depan kantor medical. Dari Karama mampir ke Carrefour di City Center Sindagha sebentar, ada yang kelupaan dibeli kemaren. Setelah itu meluncur ke Dubai Mall.

Sampai di Dubai Mall kami makan siang dulu di food court. Selesai maksi, kami turun ke lantai bawah untuk mulai proses masuk ke Burj Khalifa. Karena udah beli tiket online, kami cuma konfirmasi aja, trus lanjut masuk untuk pemeriksaan.



Antriannya lumayan panjang. Semua orang dan barang bawaannya diperiksa kaya di airport itu. Setelah proses pemeriksaan selesai, kami lanjut jalan, masuk ke sebuah lorong yang menghubungkan Dubai Mall dengan Burj Khalifa. Dari lorong itu naik pake eskalator, dan sampai di semacam selasar yang di dindingnya ada monitor yang menampilkan proses pembangunan Burj Khalifa dari awal.











Sampai di ujung, kami antri untuk naik lift yang juga di-claim sebagai lift tercepat di dunia. Dari lantai dasar sampai level 125 ditempuh hanya dalam waktu sekitar 1 menit saja. Tapi lift-nya alus banget, nyaris gak kerasa. Cuma memang kalo udah sampe level 100an gitu kuping mulai berasa budeg kaya kalo naik pesawat, jadi harus nelen ludah biar plong lagi, hehe... Selama 1 menitan naik lift itu, lift-nya digelapin dan ada suara rekaman narasi tentang Burj Khalifa. Ada guide-nya juga yang nemenin di lift.

Sampai di level 125, turun lift juga ada guide yang menyambut. Et voilà... kita bisa liat semua sudut kota Dubai dari ketinggian sekitar 400 meter.







Tiket yang kami beli ini bisa untuk naik ke level 124-125. Level ini adalah The Highest Observation Deck, gardu pandang tertinggi di dunia. Ketinggiannya 452 meter. Bisa sih naik ke level atasnya lagi sampe bener-bener puncak di level 163, tapi harus bayar lagi. Duh makasih deh, di level 125 ini udah cukup bikin singunen, hehe...


The Highest Observation Deck



Kita bisa sepuasnya foto-foto di level 124-125 ini, jadi sekali naik dan nyampe di situ puas-puasin deh... Mau liat-liat, mau foto-foto gaya apa aja terserah.
Mau foto sendiri atau pesen foto ke petugas juga bisa (tapi kalo pesen ya bayar). Ada toko suvenir juga di situ, suvenirnya lebih spesifik bergambar/berbentuk Burj Khalifa, tapi ya memang lebih mahal daripada di toko suvenir yang aku ceritain kemaren.

Kami bertahan di atas sampai Maghrib, bisa liat sunset dan dancing fountain dari level 125.



Setelah itu kami turun, lewat lift yang sama dan dengan kecepatan yang sama. Yang tadi naik, sekarang turun. Bisa bayangin gak gimana rasanya turun dari lantai 125 ke dasar hanya dalam waktu 1 menitan ?
Yaa geli geli di kaki gituu.... ada tekanan udara di kuping juga.

Sampai di bawah, kami melewati selasar yang sama dengan waktu naik tadi, tapi beda jalur dan ada penyekat/pembatasnya berupa foto-foto pembangunan Burj Khalifa dan orang-orang yang terlibat di belakangnya. Ada puluhan orang dan mereka berasal dari berbagai negara.

Turun dari Burj Khalifa, kami mau liat dancing fountain. Masih di dalem Dubai Mall juga. Mall ini emang gedeee bangeett.... muterin 1 lantai aja pulangnya kaki ditempelin koyo wkwkwk...

Baca juga : Trip to Dubai (3)

Dancing fountain ini mainnya emang malem, jadi lepas Maghrib gitu baru mulai. Satu lagu sekitar 3-4 menit, jeda antar lagu sekitar 15 menit. Dari tempat nonton dancing fountain ini kita bisa liat Burj Khalifa yang tinggi menjulang. Sekarang lebih bagus lagi kalo malem, di antara jeda lagu kita bisa liat permainan lampu yang bagus banget di dinding Burj Khalifa.





Selesai 1 lagu, kami langsung beranjak pergi karena Papanya 2N ada keperluan. Tahun 2014 dulu kami sempat nonton beberapa lagu, bagus-bagus semua... Lagunya juga dari berbagai negara. Jadi kuping dengerin lagu dan mata ngeliat dancing fountain. Sangat memukau....

Alhamdulillah bisa ada di Burj Khalifa selama 2 jam dan alhamdulillah untuk semua kesenangan hari ini...

Saturday, October 29, 2016

Journey to Dubai (8)

❤ Day 10 - Selasa, 18 Oktober 2016

Ada beberapa pilihan destinasi untuk hari ini. Awalnya mau ke Burj Khalifa, tapi waktu mau booking ternyata tiket untuk hari ini udah sold out. Trus cari alternatif lain, coba-coba browsing IMG Worlds, indoor theme park di Dubai yang baru buka akhir bulan lalu. Klaim-nya sih the biggest indoor theme park. Tiketnya lumayan maharani, dan permainannya juga ada batas minimal tingginya. Sepertinya kurang "kurup" kalo untuk 2N sekarang.
Setelah mempertimbangkan beberapa destinasi, akhirnya kami memutuskan untuk hari ini mau ke Bur Dubai, nyicil beli suvenir dan oleh-oleh. Abis itu mau ke pond park, cari hiburan yang murah meriah aja, hehe...

Ada toko di Bur Dubai yang jual macam-macam suvenir dengan harga miring, harga grosiran. Kalo mau suvenir yang spesifik, belinya di tempat wisatanya langsung, tapi jelas harganya lebih mahal. Di Bur Dubai ini (ada 2 toko) harga suvenirnya bisa sepertiganya. Misal gantungan kunci kalo di tempat wisata harganya AED 15, di toko ini cuma AED 5 aja, dengan model / kualitas yang sama (AED 1 = IDR 3500). Barangnya juga banyak, lucu-lucu... Kalo betah milih bisa dapet yang unik deh 😉

Baca juga : Trip to Dubai (6)

Karena Papanya 2N ada urusan di tempat lain, demi efisiensi waktu maka kami bertiga didrop di toko suvenir itu. Setelah memilah dan memilih di 2 toko dalam waktu sekitar 1 jam lebih, akhirnya aku menenteng keluar 2 plastik suvenir.
Dari toko itu, kami bertiga jalan kaki ke City Center Sindagha, sekitar 300 meter di bawah terik matahari. Di City Center Sindagha ada Carrefour, ada food court, ada banyak gerai lainnya. Sampai di sana kami langsung menuju ke lantai atas tempat food court untuk makan siang. Abis maksi, kami turun dan masuk ke Carrefour. Di sini cuci mata sekaligus beli beberapa kebutuhan dan oleh-oleh juga. Setelah selesai, kami keluar dan ngontak Papanya 2N minta dijemput. Ada beberapa menit kami nunggu sebelum akhirnya si papah dateng.

Dari City Center Sindagha kami menuju ke Al Barsha Pond Park. Sempet agak nyasar-nyasar dulu karena GPS nya juga rada geje, dan setelah telpon temen nanya lokasinya akhirnya kami sampe juga di sana.

Namanya pond park, ya pasti ada kolamnya. Kalo di sini ada danau buatan, bisa naik sepeda air atau kapal. Tamannya juga luaass banget, bisa main, olahraga, atau sekedar nongkie nongkie cantik bisa di sini.



Setelah foto-foto, 2N langsung menuju playground-nya. Maksimal umur 12 tahun bisa main di playground. Kalo cuma main di sini gratis, tapi harus diawasin sendiri. Mainannya juga bagus, bersih, terawat. Sore itu banyak juga anak-anak yang main, ada yang ditemenin nanny dan atau ibunya. Aku duduk di bangku di pinggir playground sambil ngeliatin anak-anak yang mainan.




Makin sore makin teduh, menjelang senja kami beralih ke permainan lain. Kita bisa nyewa sepeda atau mobil kayuh, juga bisa keliling danau pake sepeda air. Naura nyewa mobil kayuh, sementara aku dan Nino naik sepeda air. Ada beberapa pilihan, bisa naik kapal yang gak harus dikayuh. Tapi itu untuk 4 orang atau lebih. Berhubung kami cuma berdua ya mau gak mau pake yang dikayuh.





Hari udah senja dan semakin gelap, untung lampu-lampu di taman terang jadi gak berasa malem banget. Lampu yang menyinari danau juga cukup terang.



Ngayuh sepeda air berdua Nino lumayan capek juga, akhirnya kami menepi dan istirahat sebentar. Setelah itu Nino juga tertarik naik mobil kayuh, jadi ganti nyewa yang twin biar bisa berdua Naura.

Suasana di taman masih rame walaupun hari udah gelap. Ada sekelompok orang yang latihan lari, ada yang olahraga sendiri, ada juga ibu-ibu yang momong anaknya. Kalo masih musim panas gini memang orang-orang banyak yang keluarnya malem. Tamannya juga buka sampe jam 12 malam, jadi bisa puas nongkrong atau olahraga di situ.



Mobil kayuhnya ada yang bisa buat sekeluarga juga, kami sewa yang itu, dan ngayuh muterin taman 2x. Lumayaaaan bikin ngos-ngosan dan betis berkonde 😅😅

Abis ngayuh kami istirahat sebentar sambil minum dan makan cemilan, setelah itu mulai berkemas dan meninggalkan lokasi. Di deket taman ini sebenarnya ada mall kecil, tapi Papanya 2N nggak tertarik, jadi kita menuju ke Mall of The Emirates untuk makan malam di sana.

Setelah dapet parkir, kami menuju ke food court. Karena ada beberapa kebutuhan yang harus dibeli, abis makan kami mampir Carrefour, masih di dalem Mall of The Emirates itu. Udah malem juga masih banyak orang yang belanja, ada yang bawa bayi dan balitanya juga yang masih melek.
Selesai belanja, cuus pulang deh....

Friday, October 28, 2016

Journey to Dubai (7)

Day 9 - Senin, 17 Oktober 2016

Hari ini mau jalan-jalan ke Abu Dhabi, ibu kota United Arab Emirates ini. Udah 3x aku ke Dubai tapi belum pernah ke Abu Dhabi, jadi pengen liat-liat juga kayak apa kotanya.

Kami berangkat dari apartemen agak siang. Sebelum menuju Abu Dhabi kami mampir dulu di Dubai Outlet Mall. Gak mau belanja sih, cuma pengen tau aja karena kemaren Papanya 2N bilang di Dubai Outlet Mall ini barang-barangnya branded semua tapi harganya lebih murah. Kalo di kita mungkin semacam sisa ekspor gitu ya... Tapi barangnya tetep bagus dan bukan second.

Mall-nya lumayan besar, tapi agak sepi menurutku. Mungkin karena tempatnya di luar kota, dan juga karena hari kerja. Kalo misal ke Dubai dan pengen belanja barang branded dengan harga miring, mall ini bisa jadi alternatif. Lokasinya di Dubai - Al Ain Road, Dubailand.

Baca juga : Trip to Dubai (7)

Di sana kami cuma makan siang dan sholat, setelah itu lanjut perjalanan ke Abu Dhabi. Jarak Dubai ke Abu Dhabi sekitar 123 km, kalo naik mobil pribadi sekitar 2 jam. Sempat mampir di rest area beli minuman dan cemilan, setelah itu lanjut lagi.
Perjalanan terasa agak membosankan karena pemandangan di kiri kanan cuma gurun tandus aja, seperti jazirah Arab yang belum tersentuh teknologi. Kami lewat daerah Jebel Ali. Meskipun begitu, jalan raya di sini dipantau radar semua, jadi jangan sampe melanggar rambu lalu lintas.

Memasuki kota Abu Dhabi, terlihat beberapa bangunan menjulang. Ada yang tampak unik dari kejauhan, gedung berbentuk bulat yang bernama The Coin / Coin Building, tempat Aldar Headquarters.



Kesan pertamaku tentang Abu Dhabi, sepertinya kota ini lebih "tenang" daripada Dubai, lebih tenang, lebih kalem, lebih banyak bangunan-bangunan yang udah tua. Tidak se"gemerlap" Dubai, walaupun kota ini juga termasuk kota yang gemerlap di Middle East. Ini aku bandingin dari jalan-jalan utama di tengah kotanya sih, belum sampai ke pelosok atau daerah tempat wisatanya.



Kami mampir sebentar di apartemen kenalan Papanya 2N untuk nganter oleh-oleh. Setelah itu kami city tour, melihat-lihat sedikit kota Abu Dhabi. Mampir juga di KBRI, cuma photo session karena hari udah cukup sore.



Dari KBRI, kami lanjut ke Sheikh Zayed Grand Mosque, salah satu icon kebanggaan Abu Dhabi. Subhanallah masjid ini memang baguuuss bangeett.... Kami sampai di sana menjelang Maghrib, jadi sempat melihat masjid ini saat masih terang dan saat lampu-lampu sudah dinyalakan.




Masjid ini boleh dikunjungi non muslim, tapi semua pengunjung diwajibkan memakai pakaian yang sopan dan tertutup. Untuk perempuan harus mengenakan baju panjang dan kerudung, untuk laki-laki juga harus mengenakan pakaian panjang, tidak boleh bercelana pendek.

Pintu masuknya juga dibedakan untuk laki-laki dan perempuan. Sebelum masuk ke area masjid, kita harus melewati pemeriksaan x-ray dulu seperti di airport. Nah di pemeriksaan ini, aku ditanya petugas apakah bawa cermin. Aku jawab iya, dan cermin itu tidak boleh dibawa masuk (nggak tau juga apa alasannya). Boleh disimpan di mobil, atau ditaruh di tray di tempat pemeriksaan itu. Karena males mau balik ke parkiran mobil, cerminnya aku tinggal di situ aja.

Masuk ke halaman masjid, sambil mengagumi dan juga foto-foto. Halaman masjid ini juga luaas banget... Banyak pengunjung lain yang datang, baik sebagai turis atau memang mau sholat karena waktu itu udah adzan Maghrib.





Di dalam masjid, ada jalur khusus untuk yang mau tour keliling masjid, biasanya
untuk pengunjung yang datang bersama rombongan.









Kami foto-foto di depan masjid sampai puas, sampai anak-anak merengek minta pulang 😆 Akhirnya photo session kami sudahi, kami jalan keluar dan mampir beli souvenir di toko di sudut pekarangan masjid. Ada cafe juga di sana, kalo haus dan capek bisa mampir minum.

Setelah ngambil cermin yang tadi dititipkan, kami ke parkiran dan bergerak keluar dari area masjid. Hari udah mulai malam. Di perjalanan pulang ke Dubai kami mampir rest area untuk sholat dan makan malam, setelah itu melanjutkan perjalanan. Rute pulang beda dengan rute berangkat. Rute pulang tidak terlalu membosankan karena kami melewati "kota", bukan gurun seperti waktu berangkat tadi.

Well... edisi Abu Dhabi ini cukup menyenangkan (dan melelahkan) walaupun kami hanya mengunjungi beberapa tempat aja. Masih ada Ferrari World, Yas Island, Marina Mall, dan tempat-tempat lain yang belum dikunjungi, insya Allah kalau ada rezeki dan kesempatan bisa datang lagi 😊

Thursday, October 27, 2016

Journey to Dubai (6)

Day 7 - Sabtu, 15 Oktober 2016

Hari ini di rumah aja karena Papanya 2N juga masih masuk kerja. Di rumah beresin cucian, setrikaan, sambil online juga memanfaatkan wifi 😉

Day 8 - Minggu, 16 Oktober 2016

Hari ini Papanya 2N mulai libur lagi 4 hari ke depan. Hari ini agendanya mau naik kapal menyusuri Dubai dari creek ke Dubai Marina.
Pagi-pagi bergegas beresin kerjaan, karena harus ngejar jam berangkat kapal dari Bur Dubai jam 11.00. Berangkat dari rumah naik taksi menuju ke stasiun Metro Stadium di deket LuLu hypermarket. Dari sana naik metro sampai Al Ghubaiba Station. Turun dari metro, jalan menuju ke creek tempat kapal ferry-nya berlabuh. Duluu waktu ke Dubai tahun 2006 dan 2014, udah sempat ngerasain naik abra (kapal tradisional Dubai), sekarang naik kapal modern.

Baca juga : Trip to Dubai (4)
 
Jam 11 kapal mulai bergerak. Di kapal isinya turis semua, ada segerombolan turis dari Korea yang hebooh banget.
Karena udah lamaa gak naik kapal, jujur rasanya agak mual dengan gelombang laut meskipun kami berlayar juga nggak jauh dari pantai.



Dari kapal bisa ngeliat pemandangan kota Dubai dengan segala gedung pencakar langitnya. Kami juga melewati Hotel Burj Al Arab, salah satu icon Dubai.


Burj Al Arab

Dubai Marina


DHOW - kapal tradisional Dubai

Perjalanan selama 90 menit terasa agak menyiksa karena mual tadi. Akhirnya kami sampai di Dubai Marina. Rombongan turis Korea tadi agaknya ngefans sama Naura, guide-nya minta izin untuk foto bareng, dan kemudian oma-oma itu heboh selfie selfie-an sama Naura. Sampe turun dari kapal pun mereka masih minta foto bareng.


Oma dari Korea yang happy dah hebooh...



Turun dari kapal, masih terasa sedikit mual. Kepala agak pening, perut berasa nggak enak, antara mual dan lapar, hehe...
Kami masuk ke Dubai Marina Mall untuk makan siang.



Selesai maksi, kami jalan keluar, nyeberang jalan dan menuju stasiun Dubai Tram. Di Dubai ini ada metro, ada tram. Bedanya kalo metro itu punya jalur khusus, dan semua-muanya dikendalikan remote, jadi gak ada sopirnya. Kalo tram, jalurnya memang lewat rel tapi kadang melintas di jalan raya.

Kami mau main ke rumah teman yang kemaren ngajakin ke desert, jadi naik Dubai Tram menuju ke stasiun yang terdekat dengan apartemen mereka di JBR (Jumeirah Beach Residence).

Sampe di rumah temen duduk-duduk sebentar sambil nenangin perut. Menjelang sore, temen ngajakin jalan-jalan ke pantai karena di situ ada playground buat anak-anak. Kami jalan kaki ke sana, sambil menikmati suasana sore. Sepanjang perjalanan banyak turis (ini memang daerah turis), banyak cafe buat nongkrong cantik, banyak spot-spot buat selfie, haha...





Pantai di Dubai, to be honest, gak bagus-bagus amat. Masih jauuh lebih bagus pantai di Indonesia Timur. Tapi mereka gak kurang akal, dibikinlah macem-macem bangunan dan fasilitas yang menarik sehingga orang-orang juga tertarik datang dan menikmati suasana.


Salah satu sudut untuk nge-gym


Jalur yang warna pink itu jogging track

Sampai di pantai, kami jalan menuju ke playground. Ada banyak permainan di sana termasuk flying fox mini, dan semuanya gratis. Kalo di Indonesia ini mungkin kaya taman hiburan rakyat gitu ya, tapi yang di sini walaupun rame tetap bersih dan nyaman buat anak-anak.


Hari mulai gelap, kami beranjak dari situ. Mampir sholat di musholla, trus lanjut menuju ke salah satu restoran untuk makan malam. Selesai makan malam kami balik ke apartemen temen. Dari sana dianter pulang naik mobil temen Papanya 2N, perjalanan sekitar 1 jam dari JBR ke Al Nahda. Sampe rumah 2N udah teler semua....

Baca juga : Trip to Dubai (6)