Pages

Wednesday, October 16, 2013

The Children Are Our Future....

Saya yakin setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, dengan segala pertimbangan termasuk situasi dan kondisi keluarga.
Kali ini saya pengen sedikit berbagi cerita tentang saat-saat pertama saya menyekolahkan anak.

Anak pertama saya, Naura (7 tahun) mulai bersekolah pada usia (hampir) 4 tahun. Saat itu dia udah punya adik, dan seperti kebanyakan anak sulung lainnya, dia jealous sama adiknya... Kebetulan rumah yang saya tinggali berada di tepi jalan raya (nggak di tengahnya ya hehe...) sehingga saya tidak pernah mengizinkan anak-anak bermain di luar rumah. Lokasi bermain mereka hanya di dalam dan halaman belakang rumah. Dengan kondisi seperti itu otomatis anak saya tidak punya teman bermain seusianya. Awalnya, saya tidak berniat memasukkan anak ke kelompok bermain, tapi mempertimbangkan kondisi-kondisi yang saya tulis di atas, sepertinya Naura butuh berbaur dan bersosialisasi dengan anak lain, sehingga dia punya lebih banyak kegiatan dan bisa mengurangi kecemburuan pada adiknya. Jadi saya mulai survey dan ngobrol-ngobrol dengan kenalan, mencari tau kelompok bermain mana di kota tempat saya tinggal ini yang sesuai dengan yang saya inginkan.

Tidak terlalu pusing dan susah payah, saya langsung dapat sekolah seperti yang saya inginkan. Naura mulai masuk kelompok bermain ini di bulan Agustus 2010, saat usianya hampir 4 tahun. Ketika berumur 2 tahun saya pernah mengikutkannya dalam sesi trial atau coba gratis, tapi ternyata dia belum siap. Beda ketika dia sudah 4 tahun, Naura kelihatan lebih pede, bersemangat, dan tidak menangis ketika berbaur dengan teman-temannya.

Naura bergabung dengan kelompok bermain selama 1 tahun. Bulan Juli 2011 dia masuk TK, dan tahun ini masuk SD.

Agak berbeda dengan kakaknya, Nino anak kedua saya (4 tahun) masuk kelompok bermain lebih awal, di usia 2,5 tahun. Pertimbangan saya hampir sama, karena di lingkungan rumah kami tidak ada anak-anak seusianya. Selain itu, Nino cenderung lebih manja, walaupun pola didik saya juga tidak memanjakan dia. Mungkin karena dia bungsu dan merasa paling kecil.

Reaksi Nino ketika pertama masuk sekolah beda dengan kakaknya. Dia masih sering menangis dan meronta. Saya pikir mungkin karena umur ketika pertama masuk juga lebih muda daripada kakaknya. Tapi setelah berjalan beberapa bulan, mulai tampak kemajuan. Nino jadi lebih lancar bicara, lebih bisa bersosialisasi dengan anak-anak seusianya, motorik halusnya juga lebih terlatih terutama ketika mewarnai.

Salah satu gambar Naura

Dalam mendidik anak-anak, saya berusaha untuk memberi stimulus sesuai dengan usianya. Saya tidak pernah mengajari mereka calistung (baca, tulis, hitung) semasa balita, tapi saya sering membelikan dan membacakan buku cerita untuk mereka. Saya ingin mereka nantinya GEMAR membaca, bukan hanya sekedar bisa membaca di usia dini. Selain itu, saya juga mendukung hobi Naura membuat prakarya dan menggambar. Saya pikir kegiatan seperti itu bisa menyeimbangkan otak kanan dan otak kirinya. 



Ada artikel yang menurut saya sangat bagus, yang jadi menginspirasi saya membuat tulisan ini... :-)

http://edukasi.kompas.com/read/2013/10/14/1618542/Ingat.Efeknya.Biarkan.Anak.Tumbuh.Sesuai.Usianya.


No comments:

Post a Comment