Pages

Saturday, May 28, 2016

Mengenang Gempa 10 Tahun Lalu

27 Mei 2006
Pukul 05.55

Nggak terasa, udah 10 tahun yg lalu...
Nggak akan lupa kejadian ini

Mei 2006 saya hamil si kembar, udah sekitar 3-4 bulan. Pagi habis subuhan karena gak ada kerjaan ya tiduran lagi.
Menjelang jam 6, tiba-tiba semua bergerak...
Segera sadar kalo itu gempa, dan rasanya semakin kuat guncangannya.
Saya segera lompat dari tempat tidur, berusaha lari dan memanggil anggota keluarga yg lain. Saya lari menuju garasi, di sana ada ibu saya yang karena panik jadi terjatuh menimpa sepeda yang ambruk. Saya bantu untuk berdiri dan kami segera lari ke luar.

Menyadari bahwa kami tidak sempat pakai kerudung, baju juga seadanya, maka kami berpelukan sambil merunduk. Guncangan mulai mereda, tapi hati masih berdegup kencang. Yang saya pikir waktu itu, ini gempa vulkanik karena Merapi juga sedang 'batuk'.

Setelah dirasa aman, kami masuk rumah lagi, masih dengan perasaan panik dan terguncang. Alhamdulillah tidak ada kerusakan berarti, hanya beberapa genteng yang melorot dan tembok yang sedikit bergaris retak.

Di dalam rumah perasaan juga tidak tenang. Terjadi beberapa kali gempa susulan yang lumayan kuat. Pintu rumah kami buka untuk berjaga-jaga kalau terjadi gempa lagi, kami bisa langsung lari.
Sampai ketika ada gempa susulan, dan terdengar orang-orang berteriak
"Tsunami...!! Tsunami.....!!!"

Kejadian tsunami di Aceh membuat kami panik luar biasa. Tanpa berpikir apapun kami langsung lari keluar, semua masuk ke dalam mobil. Saya masih sempat berpikir untuk mengunci pintu rumah, sementara ibu saya sudah berteriak-teriak histeris memanggil saya untuk segera naik mobil.
Jalan di depan rumah kami sangat ramai oleh orang2 yang sibuk menyelamatkan diri, sampai kami sendiri sulit bergerak. Orang-orang berlarian menggendong anaknya, memacu kendaraannya tanpa arah pasti. Di antara kepanikan itu, kami juga bingung mau menyelamatkan diri ke mana. Tambah panik ketika ada suara yang bilang tsunami udah sampai Prambanan.
Ternyata di kemudian hari berita itu baru jelas : ada pipa bawah tanah yg pecah dan airnya mengucur.

Sampai malam gempa susulan masih terasa. Kami semua sudah siaga, lengkap dengan tas berisi pakaian kalau-kalau harus mengungsi.
Malam itu listrik padam, suasana terasa semakin mencekam.

Keesokan harinya dan beberapa hari setelah itu, masih ada gempa susulan meskipun intensitasnya semakin melemah.
Berita-berita mulai kami dapatkan, bahwa itu adalah gempa dari selatan Jawa. Kisah-kisah memilukan juga kami dengar, banyak kenalan yang menjadi korban.

Saya dan ibu bergabung dengan ibu-ibu lain membuat nasi bungkus dan mengantarkannya langsung ke desa-desa di daerah Klaten Selatan yang cukup parah keadaannya. Nyaris semua rumah hancur, rata dengan tanah. Banyak warga yang kami temui duduk dengan tatapan kosong, memandang puing-puing rumah mereka. Tidak ada lagi yg tersisa. Ada juga yang kehilangan hampir semua anggota keluarganya.

Di balik bencana, ada hal-hal yang membuat kita terenyuh dan terharu.
Ketika kami mengantar nasi bungkus pada sebuah desa, mereka mengatakan jujur bahwa mereka sudah dapat kiriman nasi, dan meminta kami mengantarkan nasi-nasi itu pada tetangganya di desa sebelah yang belum kebagian.

Di Jogja, semangat untuk bangkit kembali terlihat dari spanduk dan tulisan-tulisan di jalan. Semua saling menyemangati untuk bangkit, untuk melanjutkan hidup meskipun banyak yang kehilangan harta benda dan anggota keluarga.

Peristiwa yang pasti akan tersimpan dalam benak semua orang yg mengalami, tetapi tidak ingin terulang lagi....


Foto dari FB Good News From Indonesia

No comments:

Post a Comment